Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan
Universal di Indonesia
Beberapa mekanisme yang umum digunakan untuk mewujudkan KPU, yaitu:
• Reformasi pasar, terutama privatisasi, kompetisi dan cost-based pricing
• Kewajiban Layanan Mandatorial, merupakan kewajiban yang dimasukkan dalam lisensi.
• Subsidi silang antar jasa yang disediakan oleh operator incumbent. Umumnya di sini layanan dengan marjin keuntungan yang tinggi mensubsidi layanan yang tidak menguntungkan.
• Access Deficit Charge, merupakan dana yang dibayar oleh operator telekomunikasi kepada operator incumbent.
• Universality Fund, yaitu dana yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan digunakan untuk mendanai implementasi program KPU.
Mekanisme di atas tidak bersifat mutually exclusive, dalam artian suatu negara dapat saja menggunakan beberapa cara untuk mengimplementasikan KPU. Untuk memilih metoda mana yang akan digunakan, maka digunakan beberapa kriteria, yakni:
• Kesesuaian dengan aturan perdagangan internasional
• Efisiensi ekonomis
• Pertimbangan politik
Umumnya mekanisme universality fund dipandang sebagai pilihan terbaik dalam mencapai tujuan KPU. Dengan mekanisme ini, dana dikumpulkan dari berbagai sumber dan kemudian dimanfaatkan untuk mensubsidi program-program yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan KPU. Sumber dana yang digunakan antara lain:
• Pendanaan dari anggaran pemerintah
• Kontribusi dari sebagian pendapatan operator
• Hasil dari privatisasi, lelang frekuensi, atau pembayaran lisensi
• Dibebankan pada konsumen dan dikumpulkan oleh operator
• Dana bantuan internasional.
Untuk menentukan mekanisme pengumpulan dana terbaik, digunakan kriteria sebagai berikut:
• Efisiensi ekonomi
• Efisiensi administratif
• Keberlanjutan. Mekanisme berdasar pendapatan operator menyediakan ukuran yang relatif konstan.
• Keadilan.
Mengenai besarnya subsidi, ada dua cara untuk menentukannya. Yang pertama adalah dengan membuat estimasi biaya untuk mengadakan layanan KPU. Pendekatan yang kedua adalah membiarkan pasar menentukan jumlah subsidi yang dibutuhkan melalui mekanisme lelang terbuka.
Model Bisnis KPU di Indonesia
Di Indonesia ada beberapa peraturan perundangan yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Universal. Peraturan-peraturan perundangan tersebut adalah:
1. UU Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pasal 16
2. PP Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi bagian kelima (pasal 26 – 31)
3. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
4. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 38/PER/M.KOMINFO/09/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
5. Keputusan Menteri Kominfo Nomor 145/KEP/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penetapan Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi
6. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 35/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan
7. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 34/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang Standar Pelayanan Minimal Balai Satuan Kerja Sementara Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan
8. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 05/PER/M.KOMINFO/2/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Jenis Penerimaan negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiabn Pelayanan Universal Telekomunikasi / Universal Service Obligation
9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK.05/2006 tentang Penetapan Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan pada Departemen Komunikasi dan Informatika Sebagai Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Mengacu pada elemen-elemen model bisnis seperti yang telah didefinisikan bagian pendahuluan, gambaran dari masing-masing elemen model bisnis tersebut adalah seperti yang akan diuraikan pada sub-sub bagian berikut.
• Reformasi pasar, terutama privatisasi, kompetisi dan cost-based pricing
• Kewajiban Layanan Mandatorial, merupakan kewajiban yang dimasukkan dalam lisensi.
• Subsidi silang antar jasa yang disediakan oleh operator incumbent. Umumnya di sini layanan dengan marjin keuntungan yang tinggi mensubsidi layanan yang tidak menguntungkan.
• Access Deficit Charge, merupakan dana yang dibayar oleh operator telekomunikasi kepada operator incumbent.
• Universality Fund, yaitu dana yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan digunakan untuk mendanai implementasi program KPU.
Mekanisme di atas tidak bersifat mutually exclusive, dalam artian suatu negara dapat saja menggunakan beberapa cara untuk mengimplementasikan KPU. Untuk memilih metoda mana yang akan digunakan, maka digunakan beberapa kriteria, yakni:
• Kesesuaian dengan aturan perdagangan internasional
• Efisiensi ekonomis
• Pertimbangan politik
Umumnya mekanisme universality fund dipandang sebagai pilihan terbaik dalam mencapai tujuan KPU. Dengan mekanisme ini, dana dikumpulkan dari berbagai sumber dan kemudian dimanfaatkan untuk mensubsidi program-program yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan KPU. Sumber dana yang digunakan antara lain:
• Pendanaan dari anggaran pemerintah
• Kontribusi dari sebagian pendapatan operator
• Hasil dari privatisasi, lelang frekuensi, atau pembayaran lisensi
• Dibebankan pada konsumen dan dikumpulkan oleh operator
• Dana bantuan internasional.
Untuk menentukan mekanisme pengumpulan dana terbaik, digunakan kriteria sebagai berikut:
• Efisiensi ekonomi
• Efisiensi administratif
• Keberlanjutan. Mekanisme berdasar pendapatan operator menyediakan ukuran yang relatif konstan.
• Keadilan.
Mengenai besarnya subsidi, ada dua cara untuk menentukannya. Yang pertama adalah dengan membuat estimasi biaya untuk mengadakan layanan KPU. Pendekatan yang kedua adalah membiarkan pasar menentukan jumlah subsidi yang dibutuhkan melalui mekanisme lelang terbuka.
Model Bisnis KPU di Indonesia
Di Indonesia ada beberapa peraturan perundangan yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Universal. Peraturan-peraturan perundangan tersebut adalah:
1. UU Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pasal 16
2. PP Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi bagian kelima (pasal 26 – 31)
3. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
4. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 38/PER/M.KOMINFO/09/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11/PER/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi
5. Keputusan Menteri Kominfo Nomor 145/KEP/M.KOMINFO/04/2007 tentang Penetapan Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi
6. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 35/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan
7. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 34/PER/M.KOMINFO/11/2006 tentang Standar Pelayanan Minimal Balai Satuan Kerja Sementara Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan
8. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 05/PER/M.KOMINFO/2/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Jenis Penerimaan negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiabn Pelayanan Universal Telekomunikasi / Universal Service Obligation
9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK.05/2006 tentang Penetapan Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan pada Departemen Komunikasi dan Informatika Sebagai Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Mengacu pada elemen-elemen model bisnis seperti yang telah didefinisikan bagian pendahuluan, gambaran dari masing-masing elemen model bisnis tersebut adalah seperti yang akan diuraikan pada sub-sub bagian berikut.
Analisis atas Model Bisnis KPU Saat Ini
Secara umum, model bisnis yang ada saat ini sudah cukup baik. Mekanisme yang digunakan adalah universality fund, yang dipandang sebagai pilihan terbaik dalam mencapai tujuan KPU, dengan dana KKPU besarnya dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi setiap tahun buku sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Mekanisme ini relatif terbaik jika dilihat dari kriteria-kriteria efisiensi ekonomi, administrasi, keberlanjutan dan keadilan.
Secara umum, model bisnis yang ada saat ini sudah cukup baik. Mekanisme yang digunakan adalah universality fund, yang dipandang sebagai pilihan terbaik dalam mencapai tujuan KPU, dengan dana KKPU besarnya dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi setiap tahun buku sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Mekanisme ini relatif terbaik jika dilihat dari kriteria-kriteria efisiensi ekonomi, administrasi, keberlanjutan dan keadilan.
Untuk menentukan jumlah subsidi, saat ini pemerintah membiarkan pasar
yang menentukan jumlah subsidi melalui mekanisme lelang terbuka dan juga
membuat estimasi biaya agar dapat menentukan jumlah subsidi maksimum yang dapat
disediakan untuk suatu proyek.
Untuk mengatasi potensi bad governance, dibentuk BTIP dan juga ditetapkan standar pelayanan minimalnya. Namun demikian, standar pelayanan minimal ini masih perlu disempurnakan, terutama mengenai tolok ukur indikator layanannya. Selain itu, di Indonesia ada indikasi masalah dalam proses pelelangan, terbukti dari mundurnya banyak peserta sebelum tanggal penentuan pemenang, dengan keluhan umum berupa beratnya persyaratan tender. Perlu diupayakan proses administrasi yang lebih mudah
Meski secara umum mekanisme sudah cukup baik, namun terlihat jelas bahwa model bisnis saat ini masih terpusat pada model bisnis guna membangun sambungan telepon bagi desa-desa yang belum terhubung dengan fasilitas telepon. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan telekomunikasi hingga tahun 2009.
Untuk mengatasi potensi bad governance, dibentuk BTIP dan juga ditetapkan standar pelayanan minimalnya. Namun demikian, standar pelayanan minimal ini masih perlu disempurnakan, terutama mengenai tolok ukur indikator layanannya. Selain itu, di Indonesia ada indikasi masalah dalam proses pelelangan, terbukti dari mundurnya banyak peserta sebelum tanggal penentuan pemenang, dengan keluhan umum berupa beratnya persyaratan tender. Perlu diupayakan proses administrasi yang lebih mudah
Meski secara umum mekanisme sudah cukup baik, namun terlihat jelas bahwa model bisnis saat ini masih terpusat pada model bisnis guna membangun sambungan telepon bagi desa-desa yang belum terhubung dengan fasilitas telepon. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan telekomunikasi hingga tahun 2009.
Mengacu pada perkembangan di negara lain dan juga mengacu pada peran
yang dapat dilakukan oleh teknologi infokom dalam mengurangi kemiskinan, maka
perlu diupayakan peningkatan peran teknologi infokom bagi masyarakat. Perlu ada
strategi dan program nasional yang terkoordinasi baik guna memanfaatkan
teknologi infokom untuk mengurangi kemiskinan yang melibatkan komponen pemda,
operator, lembaga keuangan, LSM dan perguruan tinggi serta Pusat-pusat kegiatan
Belajar Masyarakat, dengan menggunakan semaksimal mungkin teknologi yang cost
effective.
Berkaitan dengan pihak-pihak yang terlibat, perlu keterlibatan aktif dari pemerintah daerah dan juga lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan lain, termasuk organisasi bisnis, guna mempercepat pencapaian Masyarakat Indonesia Cerdas. Di sini diperlukan model bisnis yang menarik bagi setiap pihak yang terlibat.
Berkaitan dengan pihak-pihak yang terlibat, perlu keterlibatan aktif dari pemerintah daerah dan juga lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan lain, termasuk organisasi bisnis, guna mempercepat pencapaian Masyarakat Indonesia Cerdas. Di sini diperlukan model bisnis yang menarik bagi setiap pihak yang terlibat.
Badan Standarisasi dan Regulasi
Tanggal
11 Juli 2003 akhirnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan No.
31/2003 tentang penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). BRTI
adalah terjemahan IRB versi pemerintah yang diharapkan pada akhirnya menjadi
suatu Badan Regulasi yang ideal.
Fungsi dan Wewenang
Sesuai KM. 31/2003
- Pengaturan, meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
- Perizinan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
- Standar kinerja operasi;
- Standar kualitas layanan;
- Biaya interkoneksi;
- Standar alat dan perangkat telekomunikasi.
- Pengawasan terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
- Kinerja operasi;
- Persaingan usaha;
- Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi.
- Pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
- Penyelesaian perselisihan antar penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi;
- Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi;
- Penerapan standar kualitas layanan.
Sesuai KM. 67/2003
- Fungsi Pengaturan
- Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang perizinan jaringan dan jasa telekomunikasi yang dikompetisikan sesuai Kebijakan Menteri Perhubungan.
- Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standar kinerja operasi penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi.
- Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang biaya interkoneksi.
- Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standardisasi alat dan perangkat telekomunikasi.
- Fungsi Pengawasan
- Mengawasi kinerja operasi penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
- Mengawasi persaingan usaha penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
- Mengawasi penggunaan alat dan perangkat penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
- Fungsi Pengendalian
- Memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
- Memantau penerapan standar kualitas layanan.
Ditjen Postel memiliki
3 (tiga) fungsi pokok di bidang penyelenggaraan pos dan telekomunikasi nasional
:
1.
Pengaturan
Meliputi kegiatan yang
bersifat umum dan teknis operasional (antara lain diimplementasikan dalam
bentuk pengaturan perizinan dan persyaratan dalam penyelenggaraan pos dan
telekomunikasi)
2.
Pengawasan
Merupakan suatu fungsi
untuk memantau dan mengawasi seluruh kegiatan penyelenggaraan pos dan
telekomunikasi agar tetap berada dalam koridor peraturan perundang- undangan
yang berlaku.
3.
Pengendalian.
Merupakan fungsi yang
bertujuan memberi pengarahan dan bimbingan terhadap penyelenggaraan pos &
telekomunikasi, termasuk juga agar penegakan hukum (law enforcement) di bidang
penyelenggaraan pos dan telekomunikasi dapat dilaksanakan dengan baik.
Badan Standar Eropa
1. ETSI:
European Telecommunications
Standards Institute
- Suatu badan independent yang menetapkan standard untuk komunitas Eropa
- Contoh : standard GSM
- CEN/CENELEC: European Committee for Electrotechnical Standardization/European Committee for Standardization
- Badan standardisasi teknologi informasi
- CEPT: Conférence Européenne des Administrations des Postes et des Telecommunications
- Sebelum ada ETSI, melakukan pekerjaan yang dilakukan ETSI
Badan Standar Amerika
- IEEE : Institute of Electrical and Electronics Engineers
- Asosiasi engineer elektro internasional
- Contoh standard : LAN
- EIA: Electronic Industries Association
- Organisasi pabrik perangkat elektronika Amerika
- Contoh standar: RS232
- FCC: Federal Communications Commission
- Badan regulasi pemerintah Amerika
- TIA: Telecommunications Industry Association
- Bertugas mengadaptasi standard dunia ke dalam lingkungan Amerika
International Telecommunication
Union (ITU; dalam bahasa
Perancis: Union internationale des télécommunications, dalam bahasa
Spanyol: Unión Internacional de Telecomunicaciones) adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan
untuk membakukan dan meregulasi radio internasional dan telekomunikasi.
ITU didirikan sebagai International Telegraph Union di Paris pada tanggal 17 Mei 1865. Tujuan utamanya
meliputi standardisasi, pengalokasian spektrum radio, dan
mengorganisasikan perjanjian rangkaian interkoneksi antara negara-negara
berbeda untuk memungkinkan panggilan telepon internasional. Fungsinya bagi
telekomunikasi hampir sama dengan fungsi UPU bagi layanan pos. ITU
merupakan salah satu agensi khusus PBB, yang bermarkas di Jenewa, Switzerland,
di samping gedung utama kampus PBB.
Dibagi ke dalam dua badan standard:
1. ITU-T (huruf T berasal dari
kata Telecommunication)
Berasal dari CCITT (Comité
Consultatif International de Télégraphique et Téléphonique, atau International Telegraph and Telephone
Consultative Committee). Mempublikasikan rekomendasi untuk jaringan
telekomunikasi publik
2. ITU-R (huruf R berasal dari
kata Radio)
Berasal dari CCIR (Comité
Consultatif International des Radiocommunications atau International Radio Consultative Committee). Mempublikasikan
rekomendasi yang berhubungan dengan aspek-aspek radio seperti penggunaan
frekunsi di seluruh dunia
ISO/IEC : The International Standards
Organization/International Electrotechnical Commission
·
Organisasi standard bidang teknologi informasi
·
ISO berperan dalam standard dan protokol
komunikasi data
·
IEC berperan di dalam standard yang meliputi
aspek electromechanical (seperti konektor), lingkungan dan keselamatan
IETF: Internet Engineering Task Force
·
Bertanggung jawab terhadap arsitektur Internet
·
Mengatur standardisasi protokol TCP/IP untuk
Internet
telecom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar